Jakarta (ANTARA News) - Ditengah berbagai persoalan yang menerpa bangsa Indonesia saat ini, rakyat kembali menjadi tulang punggung agar bangsa dan negara Indonesia tetap bisa kokoh berdiri. Keterlibatan langsung rakyat hanya bisa nyata dalam desa-desa siaga aktif yang dijalankan oleh rakyat.
"Hanya dalam desa-desa siaga rakyat terlibat langsung mengurus dirinya, keluarganya, lingkungannya dan desa tempat tinggalnya. Bukan hanya bencana alam dan penyalit, tapi berbagai persoalan ekonomi, politik, keamanan dan pertahanan negara bisa bersender pada seminggu sekali pertemuan desa siaga yang aktif dijalan oleh rakyat. Desa siaga bendung berbagai persoalan yang bisa mengancam eksistensi bangsa dan negara," kata Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Siti Fadilah Supari di Medan.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, Siti fadilah mengatakan, pemerintah sudah memberikan berbagai fasilitas dan jaminan hidup dari KUK, Jamkesmas, BOS, PNPM dan lainnya. Kalau rakyat tidak tahu dan pasif maka itu akan menjadi sarang korupsi sehingga rakyat tetap menderita.
"Jangan sampai ada desa, kelurahan, huta, banjar, nagarri dan kampung tidak menjadi siaga dan masyarakatnya sakit tidak ada yang ngurus. Rakyat jangan mudah diadu domba, dan semua fasilitas pemerintah harus sampai dirakyat," tegasnya.
Desa siaga, menurutnya, memastikan kedaulatan rakyat atas wilayahnya dan kemampuannya, sehingga rakyatlah yang menjaga setiap wialyah Indonesia lewat desa-desanya
"Kalau semua desa aktif menjadi siaga maka kerja pemerintah menjadi ringan, korupsi akan berkurang, semua dibangun gotong royong," tegasnya.
Untuk itu pemerintah menurut Fadilah harus mempermudah rakyat mendirikan desa desa siaga agar rakyat bangkit aktif membantu pemerintah.
"Kerjasama pemerintah dan rakyat inilah yang akan memperkuat bangsa ini. Tugas pemerintah memfasilitasi rakyat untuk mencapai kesejahteraannya. Jangan malah mempersulit hidup rakyat," lanjutnya.
Sementara itu, anggota DPD dari Sumatra Utara, Parlindungan Purba menegaskan bahwa selama ini pemerintah banyak menyampingkan kekuatan rakyat sehingga pemerintah bekerja sendiri.
"Padahal rakyat 240 juta orang adalah potensi strategis utama untuk membangun bangsa ini. Pemerintah, DPR, dan DPD harus membuka jalan bagi kebangkitan rakyat lewat desa desa siaga yang sudah dipelopori oleh Dewan Kesehatan Rakyat," ujarnya.
Sinergi antara rakyat dan pemerintah menurutnya akan menjadi tenaga penggerak bangsa untuk menghadapi tantangan. Dan ancaman dari luar.
"Perintah konstitusi adalah agar pemerintah melindungi rakyatnya. Namun tugas melindungi negara adalah tugas seluruh rakyat Indonesia. Ini kuncil didalam preambule UUD 45," tegasnya.
Wakil Walikota Medan, Dzulmialdin menegaskan bahwa pihaknya akan segera melancarkan pelatihan-pelatihan masyarakat agar mengaktifkan desa-desa siaga.
"Jangan lagi mempersulit rakyat di rumah-rumah sakit, puskesmas, sekolah, mencari pinjaman. Kita justru bertugas mempersiapkan rakyat untuk menghadapi bencana alam dan penyakit. DKR harus bantu kami,," demikian ujarnya ditengah forum publik di Medan.(*)
Rabu, 13 April 2011
SJSN Bisa Gunakan Dana Bantuan Sosial Rp 60 Triliun
JAKARTA - Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial mengamanatkan peserta wajib membayar iuran. Menurut Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Siti Fadilah Supari, pemerintah sebenarnya memiliki dana yang cukup dari APBN untuk membiayai SJSN.
Iuran SJSN dapat diambil dari dana bantuan sosial yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga negara yang jumlahnya Rp 61,2 trilun. Dana itu biasanya digunakan untuk berbagai sumbangan kepada masyarakat seperti sumbangan pembangunan masjid atau kegiatan sosial lainnya. Sedangkan pelaksanaan SJSN menurut Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Siti Fadilah Supari, hanya dibutuhkan Rp 40 trilun. Anggaran sebesar itu sudah dapat mencakup biaya kesehatan seluruh rakyat.
"Adalah tugas pemerintah untuk melindungi rakyat, jangan rakyat disuruh melindungi diri sendiri," kata Fadilah dalam acara pengobatan gratis yang dilaksanakan oleh Dewan Keseahtan Rakyat (DKR) Jakarta Pusat di Kemayoran, Minggu 10 April 2011.
Berdasarkan anggaran 2010, total dana bantuan sosial di seluruh lembaga negara mencapai Rp 61,2 trilun dan pada 2011 mencapai Rp 59,1 triliun.Dana bantuan sosial itu antara lain terdapat di Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 8,6 triliun, Kementerian Pendidikan sebesar Rp 31,2 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 3,7 triliun, Kementerian Agama Rp 6,8 triliun, Kementerian Sosial Rp 2,1 triliun, Departemmen Pekerjaan Umum Rp 2,5 triliun. Dana bantuan sosial itu ada diberbagai lembaga negara jumlahnya bervariasi.
Siti Fadilah menegaskan seluruh rakyat berhak mendapat jaminan sosial, tidak boleh dibedakan antara yang miskin dan yang kaya, dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan tersebut. Tak seharusnya masyarakat memberikan uang iuran lagi.
"Angka pengangguran masih tinggi, kalau buat makan saja susah bagaimana mau membayar uang iuran," tegas Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid pertama tersebut.
Dalam Undang-undang SJSN pasal 17 diatur tentang iuran peserta, antara lain iuran dipungut oleh pemberi kerja dan kemudian ia membayarkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Wakil Ketua MPR dari fraksi Golongan Karya (Golkar) Hajriyanto H. Thohari menegaskan sebelumnya bahwa perintah UUD'45 Pasal 28H, jaminan sosial adalah hak dan tidak boleh diperjualbelikan.
"Pelaksana jaminan sesuai perintah Undang undang adalah negara. Tidak boleh diserahkan pada pihak ketiga. Karena ini tanggung jawab negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah," tegasnya dalam kesempatan yang sama.
Walikota Jakarta Pusat, Saefullah menjelaskan bahwa, program jaminan kesehatan di DKI Jakarta sudah cukup baik dan kepesertaannya cukup luas.
“Ada 120 RW kumuh di Jakarta Pusat yang membutuhkan perhatian dan segera harus dibangun dan diaktifkan RW-RW siaganya oleh masyarakat dan DKR,” demikian tegasnya dalam kesempatan yang sama.
Mewakili Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Drg. Yudhita Endah Primaningtyas menegaskan bahwa pasien miskin dan tidak mampu tidak perlu membayar kontribusi lagi.
"Tidak boleh lagi ada kontribusi di Rumah Sakit pada pasien miskin dan tidak mampu. Kita juga akan segera menertibkan dan mendata ulang penerima GAKIN. Untuk itu kami harapakn peran aktif DKR untuk membantu pendataan orang miskin," tegasnya dihadapan limaratusan rakyat miskin di Jakarta pusat.
Anggota DPD dari DKI Jakarta, AM Fatwa dalam kesempatan itu juga mengeluhkan banyaknya warga yang masih belum menerima GAKIN dan menghadapi rangkaian yang panjang dari birokrasi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan cuma-cuma.
“Dinas Kesehatan saya minta untuk mempersingkat jalur pengurusan jaminan kesehatan agar tidak menyulitkan rakyat,” demikian ujarnya.
Minggu, 10 April 2011
Keluarga Noni-RSUPH Adam Malik-DKR Gelar Pertemuan
Starberita - Medan, Pihak RSUP H Adam Malik Medan dan Keluarga Noni yang didampingi Dewan Kesehatan Rakyat, melakukan Pertemuan Kamis (17/2), untuk meminta keterangan atas meninggalnya bayinya pasca operasi Ceacar, dan keluarga pasien tidak pernah sekali pun melihat bayi tersebut.
Pihak RSUPH Adam Malik dihadiri Dirut RSUPH Azwan Hakmi Lubis, Direktur Medis dan keperawatan RSPUH Adam Malik Dr Lukmanul Hakim Nasution, dan Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik Sairi M Saragih. Sementara dari keluarga pasien dihadiri Agustinus, Saudara Sepupu Ramli Sembiring dan Ketua Dewan Kesahatan Rakyat (DKR) Sumut Sugiyanto.
Agenda pertemua ini hanya mendengar penjelasan terhadap pasien atas nama Noni saat melahirkan secara Ceacar, dimana bayinya disebutkan meninggal dan keluarga pasien tidak pernah melihat bayi tersebut.
"Saya mempertanyakan apa penyebab bayi Noni meninggal pasca Ceacar, tapi pihak RSUPH Adam Malik tidak bisa menjawab seperti yang diinginkan keluarga terutama keluarga Noni. Kemudian saya melihat dari kejadian ini, pihak RSUPH Adam Malik kurang respon menanggapi kasus ini, sehingga harapan keluarga pupus yang ingin mengatahui apa peneyebab kematian Bayi tersebut," urai Sugianto
Selanjutnya Sugiyanto mengungkapkan, pihaknya meminta surat pernyataan dalam bentuk kronologis selama Noni menjadi pasien RSUPH Adam Malik untuk segera dijawab secara tertulis, sehingga bisa kroscek secara fakta di lapangan. "Jadi kita bisa membawa kasus ini keranah hukum sesuai hukum yang ada," katanya.
Menurut Sugianto, dirinya mengherankan saat nenek bayi tersebut menyelesaikan segala administrasi, padahal kondisi nenek bayi tersebut buta huruf. "Nenek si -bayi menorehkan cap jempol, karena nenek itu tidak bisa menyetujui dengan membubuhi tanda tangan. Ini namanya pemaksaan, mana mungkin seorang yang buta huruf harus menyetujui tanpa dia tahu apa isinya didalam surat tersebut. Sampai tadi pertemuan, saya meminta surat yang disetujui nenek bayi tersebut, tapi pihak RSUPH Adam Malik enggan memberikan," ungkapnya.
Sementara itu, Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya membuat pertemuan ini dengan pihak keluarga pasien didamping DKR Sumut, supaya permasalahannya lebih jelas apa adanya sesuai fakta, sehingga keluarga pasien dapat mengetahaui apa penyebab bayi meninggal.
"Pertemuan ini hanya mendengar penjelasan dari pihak keluarga pasien saja. Selanjutnya kita akan menunggu apa yang akan dilakukan keluarga pasien. Jika mereka menempuh jalur hukum, kita siap. Kita akan tunggu proses selanjutnya," beber Sairi.(FNR/MBB)
Pihak RSUPH Adam Malik dihadiri Dirut RSUPH Azwan Hakmi Lubis, Direktur Medis dan keperawatan RSPUH Adam Malik Dr Lukmanul Hakim Nasution, dan Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik Sairi M Saragih. Sementara dari keluarga pasien dihadiri Agustinus, Saudara Sepupu Ramli Sembiring dan Ketua Dewan Kesahatan Rakyat (DKR) Sumut Sugiyanto.
Agenda pertemua ini hanya mendengar penjelasan terhadap pasien atas nama Noni saat melahirkan secara Ceacar, dimana bayinya disebutkan meninggal dan keluarga pasien tidak pernah melihat bayi tersebut.
"Saya mempertanyakan apa penyebab bayi Noni meninggal pasca Ceacar, tapi pihak RSUPH Adam Malik tidak bisa menjawab seperti yang diinginkan keluarga terutama keluarga Noni. Kemudian saya melihat dari kejadian ini, pihak RSUPH Adam Malik kurang respon menanggapi kasus ini, sehingga harapan keluarga pupus yang ingin mengatahui apa peneyebab kematian Bayi tersebut," urai Sugianto
Selanjutnya Sugiyanto mengungkapkan, pihaknya meminta surat pernyataan dalam bentuk kronologis selama Noni menjadi pasien RSUPH Adam Malik untuk segera dijawab secara tertulis, sehingga bisa kroscek secara fakta di lapangan. "Jadi kita bisa membawa kasus ini keranah hukum sesuai hukum yang ada," katanya.
Menurut Sugianto, dirinya mengherankan saat nenek bayi tersebut menyelesaikan segala administrasi, padahal kondisi nenek bayi tersebut buta huruf. "Nenek si -bayi menorehkan cap jempol, karena nenek itu tidak bisa menyetujui dengan membubuhi tanda tangan. Ini namanya pemaksaan, mana mungkin seorang yang buta huruf harus menyetujui tanpa dia tahu apa isinya didalam surat tersebut. Sampai tadi pertemuan, saya meminta surat yang disetujui nenek bayi tersebut, tapi pihak RSUPH Adam Malik enggan memberikan," ungkapnya.
Sementara itu, Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya membuat pertemuan ini dengan pihak keluarga pasien didamping DKR Sumut, supaya permasalahannya lebih jelas apa adanya sesuai fakta, sehingga keluarga pasien dapat mengetahaui apa penyebab bayi meninggal.
"Pertemuan ini hanya mendengar penjelasan dari pihak keluarga pasien saja. Selanjutnya kita akan menunggu apa yang akan dilakukan keluarga pasien. Jika mereka menempuh jalur hukum, kita siap. Kita akan tunggu proses selanjutnya," beber Sairi.(FNR/MBB)
RS Adam Malik Dituding Gelapkan Bayi
MEDAN- Pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik dituding menggelapkan anak yang baru dilahirkan Noni (20), warga Dusun IV Idaman Hati, Desa Nambiki, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Pasalnya, sejak Noni melahirkan bayinya, sekalipun belum pernah melihat bayinya. Berselang tiga hari, baru pihak rumah sakit mengatakan, bayi tersebut telah meninggal dunia.
Menurut informasi, Noni masuk rumah sakit milik pemerintah ini pada Jumat (18/2) lalu sekira pukul 02.00 WIB, dengan kondisi hamil 9 bulan. Keesokan harinya, sekira pukul 07.00 WIB, Noni melahirkan dengan cara operasi caesar. Usai dioperasi, Noni dikembalikan ke ruang rawat di Ruang Rindu B untuk menjalani perawatan dan pemulihan.
Namun Noni tidak diberitahukan tentang jenis kelamin dan kondisi bayi yang baru dilahirkannya oleh pihak rumah sakit tersebut. Berselang tiga hari kemudian usai melahirkan Noni diberitahukan oleh pihak ke rumah sakit bahwa kondisi anaknya yang baru dilahirkan tersebut telah meninggal dunia.
Seperti diungkapkan pihak keluarga Noni, Agustinus Samura (40), saat ditemui di ruang kerja Pergerakan Indonesia (PI) Sumut mengaku, dirinya cukup terkejut setelah mendengar kabar tersebut. “Cukup aneh ku rasa. Masak kami tidak diberitahu soal anak yang baru kita lahirkan. Tahu-tahu dikabarkan sudah meninggal,” ujarnya.
Dikatakanya, sebelumnya pihak rumah sakit meminta kepada pihak keluarga uang perawatan dan uang operasi sebesar Rp6.662.000 agar dapat melihat anaknya yang baru lahir tersebut. “Uang itu diminta sebelum kami diberi tahu kalau bayi itu telah meninggal. Makanya, kami mengupayakan uang itu. Lagi pula, pihak rumah sakit sangat ngotot untuk meminta uang itu,” kata Agustinus.
Setelah uang tersebut diperoleh, namun pihak rumah sakit telah mengantarkan jasad bayi yang telah dimasukkan dalam peti dengan kondisi mengeluarkan bau.
Sementara, Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih saat dikonfirmasi wartawan Sumut Pos Senin, (14/3) membenarkan adanya pasien bernama Noni yang melakukan persalinan secara ceacar di rumah sakit tersebut pada Jumat (18/2) lalu. Namun saat ditanyai tentang kematian bayi tersebut, Siari enggan menjawabnya. “Saya kurang tahu permasalahan ini karena waktu melakukan persalinan saya sedang bertugas keluar kota yaitu ke Bandung. Jadi, saya tidak tahu permasalahannya. Kemudian, permasahalan ini saya tahu dari pihak keluarga yang melayangkan pertanyaan tertulis. Mereka menanyakan penyebab bayi tersebut meninggal, itu saya tahu dari rapat membahas ini dengan pelayanan medis dan perawatan medis RSUPH Adam Malik,” bebernya.
Sairi juga mengaku tidak tahu apa penyebab meningalnya bayi tersebut. “Saya tidak tahu, karena tim Pelayanan Medis lah yang mengetahui apa penyebab kematian bayi tersebut. Kalau saya tahu, nanti saya akan kasih tahu kepada teman-teman media. Jadi, kita masih menunggu hasil apa penyebab kematian bayi tersebut,” tandasnya.(mag-8/mag-7)
Menurut informasi, Noni masuk rumah sakit milik pemerintah ini pada Jumat (18/2) lalu sekira pukul 02.00 WIB, dengan kondisi hamil 9 bulan. Keesokan harinya, sekira pukul 07.00 WIB, Noni melahirkan dengan cara operasi caesar. Usai dioperasi, Noni dikembalikan ke ruang rawat di Ruang Rindu B untuk menjalani perawatan dan pemulihan.
Namun Noni tidak diberitahukan tentang jenis kelamin dan kondisi bayi yang baru dilahirkannya oleh pihak rumah sakit tersebut. Berselang tiga hari kemudian usai melahirkan Noni diberitahukan oleh pihak ke rumah sakit bahwa kondisi anaknya yang baru dilahirkan tersebut telah meninggal dunia.
Seperti diungkapkan pihak keluarga Noni, Agustinus Samura (40), saat ditemui di ruang kerja Pergerakan Indonesia (PI) Sumut mengaku, dirinya cukup terkejut setelah mendengar kabar tersebut. “Cukup aneh ku rasa. Masak kami tidak diberitahu soal anak yang baru kita lahirkan. Tahu-tahu dikabarkan sudah meninggal,” ujarnya.
Dikatakanya, sebelumnya pihak rumah sakit meminta kepada pihak keluarga uang perawatan dan uang operasi sebesar Rp6.662.000 agar dapat melihat anaknya yang baru lahir tersebut. “Uang itu diminta sebelum kami diberi tahu kalau bayi itu telah meninggal. Makanya, kami mengupayakan uang itu. Lagi pula, pihak rumah sakit sangat ngotot untuk meminta uang itu,” kata Agustinus.
Setelah uang tersebut diperoleh, namun pihak rumah sakit telah mengantarkan jasad bayi yang telah dimasukkan dalam peti dengan kondisi mengeluarkan bau.
Sementara, Kasubbag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih saat dikonfirmasi wartawan Sumut Pos Senin, (14/3) membenarkan adanya pasien bernama Noni yang melakukan persalinan secara ceacar di rumah sakit tersebut pada Jumat (18/2) lalu. Namun saat ditanyai tentang kematian bayi tersebut, Siari enggan menjawabnya. “Saya kurang tahu permasalahan ini karena waktu melakukan persalinan saya sedang bertugas keluar kota yaitu ke Bandung. Jadi, saya tidak tahu permasalahannya. Kemudian, permasahalan ini saya tahu dari pihak keluarga yang melayangkan pertanyaan tertulis. Mereka menanyakan penyebab bayi tersebut meninggal, itu saya tahu dari rapat membahas ini dengan pelayanan medis dan perawatan medis RSUPH Adam Malik,” bebernya.
Sairi juga mengaku tidak tahu apa penyebab meningalnya bayi tersebut. “Saya tidak tahu, karena tim Pelayanan Medis lah yang mengetahui apa penyebab kematian bayi tersebut. Kalau saya tahu, nanti saya akan kasih tahu kepada teman-teman media. Jadi, kita masih menunggu hasil apa penyebab kematian bayi tersebut,” tandasnya.(mag-8/mag-7)
Sabtu, 09 April 2011
Mantan Menkes Siti Fadilah Dituding Tidak Mengerti Soal Sisjamsosnas
JAKARTA (Pos Kota) – Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sisjamsosnas) atau SJSN merupakan salah satu kewajiban negara dalam memberikan kepastian hak-hak dasar minimal bagi rakyatnya terhadap risiko sosial, seperti sakit, kecelakaan, kematian, hari tua dan pensiun.
Jadi jika ada pernyataan bahwa Sisjamsosnas merugikan rakyat, berarti dia tidak sangat paham atau tanggung pengetahuannya tentang sistem tersebut, kata pengamat jamsosnas yang juga Ketua Perkumpulan Karyawan Jamsostek, Djoko Sungkono, ketika dikonfirmasi terkait pernyataan Anggota Dewan Pertimbangan Watimpres Siti Fadilah Supari, Selasa.
Siti Fadilah Supari dalam seminar di Universitas Sumatera Utara menyatakan Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 jika diterapkan akan membebani rakyat, karena mereka sendiri yang akan membayar iuran asuransinya.
“Kalau ini betul berlaku, maka akan balik lagi ke zaman penjajah.Ini tidak cocok, karena Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945 memerintahkan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Karena itu negara harus menjaminnya,” kata mantan Menkes.
Menurut Djoko, sisjamsosnas merupakan hak azasi rakyat yang tertuang dalam piagam PBB dan juga konvensi ILO No.102, dimana setiap negara wajib menyelenggarakan minimal tiga program dari sembilan cabang program sisjamsos (kalau tidak negara tersebut melanggar hak azasi manusia).
Untuk Indonesia, hal tersebut justru tertuang dalam UUD 1945 yang dijabarkan oleh beberapa UU, antara lain UU No.3/1992, UU No.40/2004. “ Bahwa implementasi UU itu ada permasalahan dan menjadi perdebatan sengit oleh pihak yang terkait, itu urusan sendiri yang harus dipahami dengan bijak dan cerdas dengan tidak menyatakan sisjamsosnas merugikan rakyat, itu pernyataan tidak bijak,” tandasnya.
Djoko myarankan untuk mempelajari sistem serupa di negara-negara maju atau negara tetangga Malaysia, dan Singapura yang kolektibility dana (mengumpulkan iuran) dari sisjamsosnas , dan ternyata mereka dapat menjaga ketahanan dan stabilitas moneter negaranya.
Sementara di dalam negeri PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes telah melindungi berjuta-juta rakyat dan mengumpulkan triliun rupiah yang direalisasi kepastian hak-hak pesertanya oleh lembaga-lembaga tersebut, yang notabene menjalankan sisjamsosnas.
“Jika belum seluruh rakyat mendapatkannya, itulah pekerjaan rumah besar yang harus diwujudkan, bukan menyalahkan sistem, karena sistem jamsos melalui mekanisme asuransi sosial sudah teruji secara tangguh sejak zaman Otto Von Bismark dan revolusi industri di Prancis dan Inggris,” jelasnya.(tri/B)
Jadi jika ada pernyataan bahwa Sisjamsosnas merugikan rakyat, berarti dia tidak sangat paham atau tanggung pengetahuannya tentang sistem tersebut, kata pengamat jamsosnas yang juga Ketua Perkumpulan Karyawan Jamsostek, Djoko Sungkono, ketika dikonfirmasi terkait pernyataan Anggota Dewan Pertimbangan Watimpres Siti Fadilah Supari, Selasa.
Siti Fadilah Supari dalam seminar di Universitas Sumatera Utara menyatakan Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 jika diterapkan akan membebani rakyat, karena mereka sendiri yang akan membayar iuran asuransinya.
“Kalau ini betul berlaku, maka akan balik lagi ke zaman penjajah.Ini tidak cocok, karena Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945 memerintahkan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Karena itu negara harus menjaminnya,” kata mantan Menkes.
Menurut Djoko, sisjamsosnas merupakan hak azasi rakyat yang tertuang dalam piagam PBB dan juga konvensi ILO No.102, dimana setiap negara wajib menyelenggarakan minimal tiga program dari sembilan cabang program sisjamsos (kalau tidak negara tersebut melanggar hak azasi manusia).
Untuk Indonesia, hal tersebut justru tertuang dalam UUD 1945 yang dijabarkan oleh beberapa UU, antara lain UU No.3/1992, UU No.40/2004. “ Bahwa implementasi UU itu ada permasalahan dan menjadi perdebatan sengit oleh pihak yang terkait, itu urusan sendiri yang harus dipahami dengan bijak dan cerdas dengan tidak menyatakan sisjamsosnas merugikan rakyat, itu pernyataan tidak bijak,” tandasnya.
Djoko myarankan untuk mempelajari sistem serupa di negara-negara maju atau negara tetangga Malaysia, dan Singapura yang kolektibility dana (mengumpulkan iuran) dari sisjamsosnas , dan ternyata mereka dapat menjaga ketahanan dan stabilitas moneter negaranya.
Sementara di dalam negeri PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes telah melindungi berjuta-juta rakyat dan mengumpulkan triliun rupiah yang direalisasi kepastian hak-hak pesertanya oleh lembaga-lembaga tersebut, yang notabene menjalankan sisjamsosnas.
“Jika belum seluruh rakyat mendapatkannya, itulah pekerjaan rumah besar yang harus diwujudkan, bukan menyalahkan sistem, karena sistem jamsos melalui mekanisme asuransi sosial sudah teruji secara tangguh sejak zaman Otto Von Bismark dan revolusi industri di Prancis dan Inggris,” jelasnya.(tri/B)
UU SJSN Dinilai Rugikan Rakyat
Medan, Selasa 01 Maret 2011, Seputar Indonesia -
MEDAN, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimppres) Siti Fadilah Supari menilai Undang–Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 jika diterapkan akan membebani rakyat.
Sebab, mereka sendiri yang akan membayar iuran asuransinya. Kalau ini betul berlaku, maka pemerintah mewajibkan rakyatnya bayar iuran ke asuransi. Seperti balik lagi ke zaman penjajah.Ini tidak cocok, kata Siti Fadilah dalam Seminar Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional: Solusi atau Masalah yang diadakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sumatera Utara (USU), di Medan,kemarin.
Karena itu dia menegaskan, UU SJSN tidak sesuai dengan jiwa dan semangat UUD 1945. Salah satunya Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945 yang memerintahkan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Artinya,kewajiban negara untuk menjamin warganya mendapatkan jaminan sosial tanpa diskriminasi, kata mantan Menkes ini. Menurut dia, kandungan UU SJSN seolah-olah melimpahkan sesuatu yang menjadi tanggung jawab negara ke pihak asuransi.
Karena, itu mengharuskan rakyat untuk membayar iuran yang besarannya ditentukan berdasarkan besaran upah atau nilai nominal tertentu. Jika diterapkan, tambah dia, yang diuntungkan dalam penerapannya tentu perusahaan asuransi.Apalagi terbuka peluang asuransi asing berperan di dalamnya. Menurutnya optimalisasi pengelolaan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) masih lebih baik dilakukan oleh pemerintah. Karena dengan Jamkesmas, masyarakat tidak perlu bayar iuran dan mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminatif.
Bahkan, bisa menuntut jika layanan yang diberikan tidak baik. Sebagaimana diketahui, UU SJSN ditandatangani sehari sebelum Presiden Megawati Soekarnoputri lengser pada 19 Oktober 2004 lalu. Ketua Umum HMI Komisariat FISIP USU Rholand Muary mengatakan, UU SJSN salah satu bukti kalau pemerintah sudah terjebak dengan sistem neoliberalisme. Di mana semua sektor strategis dapat dikomersialkan sesuai dengan permintaan asing.
UU SJSN Mirip Era Penjajahan
Anggota Wantimpres Siti Fadilah Supari menilai UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengembalikan Indonesia ke zaman penjajahan.
MEDAN– Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) ini menilai demikan lantaran rakyat dipaksa membayar iuran asuransi.“Kalau ini betul berlaku maka pemerintah mewajibkan rakyatnya bayar iuran ke asuransi.
Seperti balik lagi ke zaman penjajah. Ini tidak cocok,” kata mantan Menteri Kesehatan (Menkes) itu dalam Seminar Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional: Solusi atau Masalah, yang digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), di Medan,kemarin. Dia menegaskan, bahwa UU SJSN tidak sesuai dengan UUD 1945.Pada Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945 disebutkan setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Artinya, kewajiban negara untuk menjamin warganya mendapatkan jaminan sosial tanpa diskriminasi Namun,UU SJSN seolah melimpahkan sesuatu yang menjadi tanggung jawab negara ke pihak asuransi.Sebab,mengharuskan rakyat untuk membayar iuran yang besarannya ditentukan berdasarkan besaran upah atau nilai nominal tertentu. Itu pun tidak semua jenis penyakit yang akan ditanggung. Siti Fadilah tidak menampik kalau ada pesan sponsor yang menginginkan UU SJSN tersebut diberlakukan. Sebab, yang diuntungkan dalam penerapannya tentu perusahaan asuransi.Apalagi terbuka peluang asuransi asing berperan di dalamnya. UU SJSN tersebut baru ditandatangani sehari sebelum Presiden Megawati Soekarnoputri lengser pada 19 Oktober 2004.
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 ini berharap uji materi UU SJSN yang saat ini dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK) segera mendapat hasilnya.Beberapa pasal yang kontroversial tersebut antara lain Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 17. Menurut dia, optimalisasi pengelolaan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) masih lebih baik dilakukan oleh pemerintah. Dengan program Jamkesmas, masyarakat tidak perlu bayar iuran dan mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminatif.Bahkan, bisa menuntut jika layanan yang diberikan tidak baik. Ketua Umum HMI Komisariat FISIP USU Rholand Muary mengatakan, UU SJSN salah satu bukti kalau pemerintah sudah terjebak dengan sistem neoliberalisme.Semua sektor strategis dapat dikomersilkan sesuai dengan permintaan asing.
Sangat jelas disebutkan dalam UU SJSN tersebut bahwa asuransi sosial bagian dari mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib. Artinya, setiap rakyat Indonesia wajib membayarkan sejumlah biaya ke perusahaan asuransi. Namun, asuransi yang dimiliki justru tidak menjamin pelayanan kesehatan secara keseluruhan,” tandasnya. Menurut mahasiswa Departemen Kesejahteraan Sosial, FISIP USU ini,UU SJSN bagian dari upaya membuka pintu masuk bagi perusahaan asuransi besar milik asing dalam penyelenggaraannya. Sebab, bukan tidak mungkin sistem politik ekonomi Indonesia yang sudah sangat liberal memberikan peluang untuk itu.
Mengingat perusahaan asing melalui UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal memungkinkan berinvestasi ke sektor strategis. Asuransi yang diwajibkan bagi setiap rakyat Indonesia tentu merupakan sektor strategis karena jumlah penduduknya yang cukup besar. Dia meyakini dalam uji materi di MK terkait UU SJSN akan dikabulkan. m rinaldi khair
Siti Fadilah Supari Kukuhkan Desa Siaga di Langkat

MedanBisnis – Langkat. Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Kesejahteraan Rakyat Siti Fadilah Supari mengukuhkan Desa Siaga se-Kabupaten Langkat, Selasa (1/3), di Gedung PKK Stabat. Kunjungan dan pengukuhan Desa Siaga di Langkat tersebut sebagai bentuk komitmen Pemerintah Pusat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Fadilah dalam sambutannya mengatakan, target program Menteri Kesehatan untuk pembentukan Desa Siaga pada tahun 2015 harus dicapai 80%. Namun, katanya, Kabupaten Langkat pada tahun 2011 sudah terbentuk Desa Siaga mencapai 100 %.Dijelaskan, Desa Siaga yang aktif harus melibatkan rakyat untuk membangun kebersamaan dan solidaritas. Terutama yang terlibat langsung adalah Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya, dan membangun motivasi yang tinggi di tingkatan kader-kader Desa Siaga, serta untuk terus mengabdi pada tugas kemanusiaan yang harus diemban. Karena pada gilirannya nanti, masyarakat mempunyai kemampuan sendiri untuk mengatasi berbagai macam bencana.
Bupati Langkat H Ngogesa Sitepu dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Sekda H Surya Djahisa, mengatakan bahwa di tahun 2009-2024 dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) telah menitik beratkan pada bidang kesehatan, dengan meningkatkan pelayanan kesehatan yang murah dan mudah diakses oleh masyarakat. RPJM itu sesuai dengan visi dan misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat melalui pelayanan puskesmas 24 jam.
Surya menjelaskan, bahwa Dinas Kesehatan juga telah memberikan dukungannya dalam bentuk penempatan tenaga bidan di desa dan melakukan pelatihan kader-kader Desa Siaga dalam upaya mewujudkan Desa Sehat melalui pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga.
Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Langkat Usmanuddin Sitepu menyampaikan bahwa DKR Langkat mendukung penuh dan ikut melaksanakan program visi dan misi Pemerintah Kabupaten Langkat untuk bekerja tanpa pamrih dalam membantu pelayanan kesehatan.
Hadir dalam pertemuan tersebut Asisten Ekbangsos H Indra Salahuddin, sejumlah pimpinan SKPD, para Kepala Puskesmas, Kades/Lurah serta Bidan Desa se-Kabupaten Langkat. (reza fahlevi)
Jangan Ada Orang Miskin Terlantar Di Rumah Sakit
MEDAN (Waspada): Jangan ada lagi orang miskin di Indonesia yang terlantar di rumah sakit. Sebab, biaya pelayanan kesehatan mereka sudah ditanggung oleh pemerintah pusat melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jika masih ada orang miskin yang belum tertampung dalam program Jamkesmas, maka akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.
Demikian dikatakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) pada dialog publik tentang Keseriusan Pemerintah Daerah Dalam Membangun Kelurahan Siaga Aktif Sebagai Pertahanan Menghadapi Bencana di Kecamatan Medan Helvetia, Senin (28/2).
Mantan Menteri Kesehatan RI itu berpendapat, Jamkesmas merupakan program yang sangat penting dan diharapkan terus berjalan. “Dengan adanya program Jamkesmas, maka tidak ada lagi orang miskin yang terlantar. Saya mengharapkan anggota DPD RI Parlindungan Purba turut mengawasi pelaksanaan Jamkesmas di Sumatera Utara,” pintanya.
Selain itu, Siti Fadilah meminta Posyandu berperan aktif memantau perkembangan gizi bayi dan balita di setiap kelurahan sehingga tidak ada lagi kasus busung lapar di Kota Medan. Kemudian, Puskesmas serta bidan desa harus mendampingi setiap ibu hamil guna menekan angka kematian ibu hamil dan ibu melahirkan.
Siti Fadilah menjelaskan, Desa Siaga adalah sebuah desa atau kelurahan yang masyarakatnya mampu menolong diri sendiri saat terjadi bencana alam, penyakit dan bencana yang disebabkan manusia (tawuran). Jika setiap desa atau kelurahan menjadi Desa Siaga, maka masyarakatnya sudah mengetahui apa yang harus diperbuat pertama sekali ketika terjadi bencana sambil menunggu bantuan dari luar.
Sebelumnya, Wakil Walikota Medan Drs. Dzulmi Eldin dalam sambutannya mewakili Walikota Drs. H. Rahudman Harahap, MM mengatakan, pentingnya kordinasi, kecepatan pemberian pertolongan dan pemerataan distribusi logistik setiap terjadi bencana alam. Ketidakberdayaan menghadapi bencana akan menyebabkan semakin besarnya jumlah korban jiwa dan berdampak kepada sektor perekonomian dan sosial.
Pada kesempatan itu, anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba, SH, MM menyinggung tentang bencana penyakit yang dialami puluhan pelajar SD di Kota Medan akibat keracunan produk jajanan sekolah. “Kasus keracunan ini terjadi di saat Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM), Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas Pendidikan Kota Medan sedang gencar melakukan pemeriksaan terhadap jajanan sekolah,” ujarnya.
Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu bekerja sendiri dalam mengantisipasi kasus keracunan tersebut. “Ada baiknya para orangtua pelajar ikut mengawasi anakanaknya dan mengingatkan agar tidak jajan sembarangan. Lebih baik lagi jika pelajar tersebut membawa makanan sendiri dari rumah,” tambahnya.
Sementara, Kadis Kesehatan Kota Medan dr. Edwin Effendi, MSc mengatakan, pihaknya telah membentuk Tim Siaga Bencana yang siap diturunkan ke lapangan guna membantu masyarakat. Tim Siaga Bencana tersebut akan melakukan upaya pemulihan dengan mendirikan posko kesehatan di lokasi bencana, kemudian melakukan observasi pasca bencana guna mengantisipasi berjangkitnya wabah penyakit menular.
Kemudian, lanjut Edwin, Dinas Kesehatan Kota Medan berupaya mengawasi dan melakukan legalisasi terhadap jajanan sekolah. Terkait dengan legalisasi, maka pedagang jajanan sekolah tersebut tidak boleh berjualan dalam kondisi sakit, produk pangan yang dijual tidak mengandung bahan berbahaya dan proses pembuatannya harus sesuai standar kesehatan.
Mengenai jaminan kesehatan untuk orang miskin, Edwin mengatakan, pihaknya telah meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) untuk masyarakat miskin yang tidak tertampung dalam program Jamkesmas.”Jika dilihat dari kuota Jamkesmas sebesar 412.000 jiwa dan kuota JPKMS sebesar 500.000 jiwa, maka tidak ada lagi penduduk miskin di Kota Medan yang tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan gratis di rumah sakit. Bahkan, pelayanan kesehatan dasar di tingkat Puskesmas tidak lagi dipungut biaya khusus untuk penduduk Kota Medan yang memiliki KTP,” demikian Edwin. (m25)
Demikian dikatakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) pada dialog publik tentang Keseriusan Pemerintah Daerah Dalam Membangun Kelurahan Siaga Aktif Sebagai Pertahanan Menghadapi Bencana di Kecamatan Medan Helvetia, Senin (28/2).
Mantan Menteri Kesehatan RI itu berpendapat, Jamkesmas merupakan program yang sangat penting dan diharapkan terus berjalan. “Dengan adanya program Jamkesmas, maka tidak ada lagi orang miskin yang terlantar. Saya mengharapkan anggota DPD RI Parlindungan Purba turut mengawasi pelaksanaan Jamkesmas di Sumatera Utara,” pintanya.
Selain itu, Siti Fadilah meminta Posyandu berperan aktif memantau perkembangan gizi bayi dan balita di setiap kelurahan sehingga tidak ada lagi kasus busung lapar di Kota Medan. Kemudian, Puskesmas serta bidan desa harus mendampingi setiap ibu hamil guna menekan angka kematian ibu hamil dan ibu melahirkan.
Siti Fadilah menjelaskan, Desa Siaga adalah sebuah desa atau kelurahan yang masyarakatnya mampu menolong diri sendiri saat terjadi bencana alam, penyakit dan bencana yang disebabkan manusia (tawuran). Jika setiap desa atau kelurahan menjadi Desa Siaga, maka masyarakatnya sudah mengetahui apa yang harus diperbuat pertama sekali ketika terjadi bencana sambil menunggu bantuan dari luar.
Sebelumnya, Wakil Walikota Medan Drs. Dzulmi Eldin dalam sambutannya mewakili Walikota Drs. H. Rahudman Harahap, MM mengatakan, pentingnya kordinasi, kecepatan pemberian pertolongan dan pemerataan distribusi logistik setiap terjadi bencana alam. Ketidakberdayaan menghadapi bencana akan menyebabkan semakin besarnya jumlah korban jiwa dan berdampak kepada sektor perekonomian dan sosial.
Pada kesempatan itu, anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba, SH, MM menyinggung tentang bencana penyakit yang dialami puluhan pelajar SD di Kota Medan akibat keracunan produk jajanan sekolah. “Kasus keracunan ini terjadi di saat Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM), Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas Pendidikan Kota Medan sedang gencar melakukan pemeriksaan terhadap jajanan sekolah,” ujarnya.
Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu bekerja sendiri dalam mengantisipasi kasus keracunan tersebut. “Ada baiknya para orangtua pelajar ikut mengawasi anakanaknya dan mengingatkan agar tidak jajan sembarangan. Lebih baik lagi jika pelajar tersebut membawa makanan sendiri dari rumah,” tambahnya.
Sementara, Kadis Kesehatan Kota Medan dr. Edwin Effendi, MSc mengatakan, pihaknya telah membentuk Tim Siaga Bencana yang siap diturunkan ke lapangan guna membantu masyarakat. Tim Siaga Bencana tersebut akan melakukan upaya pemulihan dengan mendirikan posko kesehatan di lokasi bencana, kemudian melakukan observasi pasca bencana guna mengantisipasi berjangkitnya wabah penyakit menular.
Kemudian, lanjut Edwin, Dinas Kesehatan Kota Medan berupaya mengawasi dan melakukan legalisasi terhadap jajanan sekolah. Terkait dengan legalisasi, maka pedagang jajanan sekolah tersebut tidak boleh berjualan dalam kondisi sakit, produk pangan yang dijual tidak mengandung bahan berbahaya dan proses pembuatannya harus sesuai standar kesehatan.
Mengenai jaminan kesehatan untuk orang miskin, Edwin mengatakan, pihaknya telah meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) untuk masyarakat miskin yang tidak tertampung dalam program Jamkesmas.”Jika dilihat dari kuota Jamkesmas sebesar 412.000 jiwa dan kuota JPKMS sebesar 500.000 jiwa, maka tidak ada lagi penduduk miskin di Kota Medan yang tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan gratis di rumah sakit. Bahkan, pelayanan kesehatan dasar di tingkat Puskesmas tidak lagi dipungut biaya khusus untuk penduduk Kota Medan yang memiliki KTP,” demikian Edwin. (m25)
Pasien Jamkesmas Jangan Ditelantarkan
Wantimpres: Pelayanan Jamksemas Harus Tetap Berjalan
Medan,
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mengurusi masalah kesehatan, Siti Fadillah Supari, mengatakan, tugas terdepannya ialah mengkritisi kebijakan eksekutif, agar lebih merakyat dan masyarakat di Indonesia dapat selalu sehat.
Meskipun sebagai mantan Menteri Kesehatan lanjutnya, tidak melulu kinerjanya hanya fokus kepada kesehatan saja, akan tetapi memang harus lebih besar lagi porsinya.
“Jadi, pengawasan saya termasuk memberikan saran dan perhatian soal harga obat-obatan yang naik,” ungkap Ketua Dewan Kesehatan Masyarakat ini, dalam acara Dialog Publik Aktif Membangun Kelurahan/Desa Siaga Aktif Menghadapi Bencana di Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, Senin (28/02/2011).
Oleh karena itu sebutnya, hal yang terpenting yang harus tetap dilakukan oleh pemerintah agar rakyat senantiasa selalu sehat dan tidak lagi mengeluhkan tingginya biaya perobatan, maka untuk membantu itu Jamkesmas harus tetap berjalan. Karena Jamkesmas sangat membantu bagi rakyat yang kurang mampu untuk berobat.
“Jamkesmas ialah sebagai basic pelayanan kesehatan dasar harus tetap berjalan. Tidak boleh ada masyarakat miskin yang terlantar kesehatannya, dan jangan ada lagi kasus busung lapar di Indonesia,” paparnya.
Sebagai inisiator Desa Siaga, Siti Fadilah mengungkapkan, tujuan Desa/Kelurahan Siaga ialah untuk menolong masyarakat Desa/Kelurahan itu sendiri saat ketika bencana datang tiba-tiba. Dan tentunya lanjut Fadillah, tidak akan ada lagi kepanikan yang ketika bencana datang.
“Konsep Desa Siaga yang baik bisa menolong diri masyarakatnya saat bencana. Kalau Desa atau Kelurahan Siaga eksis masyarakat pun bisa cepat mengambil tindakan. Untuk itu, seluruh perangkat Desa/Kelurahan harus aktif untuk selalu memberikan imbauan dan masukan kepada masyarakat, serta bila perlu diadakan sebuah simulasi bencana, yang manfaatnya sangat penting untuk menolong masyarakat itu sendiri ketika datang bencana,” ujarnya.
Sementara, Wakil Walikota Medan Dzulmi Eldin dalam sambutannya saat membuka secara resmi acara tersebut mengatakan, paradigma penanggulangan bencana. Kata Eldin, seharusnya pro aktif mulai dari kesiapsiagaan hingga pemulihan sosial. “Mudah-mudahan dialog ini bisa membuka sinergitas dan antisipatif seluruh pihak. Sehingga bisa mencegah banyaknya korban dan kerugian ekonomi,” katanya.
Sejalan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2007, proses tanggap bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat hingga paska bencana. Namun, menurut Eldin, mitigasi hingga koordinasi kecepatan penanggulangan bencana termasuk logistik memang belum sepenuhnya teratasi dengan baik. (BS-024)
Sumber : Beritasumut
Jumat, 08 April 2011
Jangan Terlantarkan Warga Miskin Di RS
MEDAN (Berita): Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat sekaligus Ketua Dewan Kesehatan Rakyat Daerah (DKR) DR Dr Siti Fadilah Supari, SP, Jp mengungkapkan, sekarang bekerja mengamati program pemerintah.
“Anak-anak Dewan Kesehatan Rakyat siap memperhatikan kesehatan anak-anak miskin, jangan sampai orang-orang miskin terlantar di rumah sakit, dan jangan sampai ada di sekitar kita orang yang mempunyai busung lapar,” ujarnya dalam kegiatan dialog publik tentang bencana di Lapangan Sepakbola Helvetia, kemarin. Dia didampingi Wakil Walikota Medan Drs H Dzulmi Eldin S MSi. Tampak hadir antara lain DPD RI Parlindungan Purba, Ketua DKR Provinsi Sumut.
Untuk itu, diharapkannya rakyat dan pemerintah dapat bekerjasama lebih erat. Desa Siaga dimaksudkan desa yang mempunyai kader-kader penanggulangan bencana, bukan hanya bencana alam tetapi bencana-bencana lainnya seperti wabah penyakit.
Sebelumnya Wakil Walikota Medan Drs H Dzulmi Eldin mengatakan acara dialog publik ini mengajak rakyat bersama-sama terlibat menghadapi bencana. Semoga kebersamaan kita hari ini, dapat meningkatkan semangat serta pengabdian kita, untuk terus berkarya dan berbakti membangun kota kita yang tercinta.
“Atas nama pemerintah kota Medan, saya mengucapkan selamat datang kepada ibu DR Siti Fadilah Supari beserta rombongan di Kota Medan. Saya sangat bersyukur dan berterimakasih atas kesediaan ibu untuk meluangkan waktu, berada di kota Medan melaksankan kunjungan kerja. Semoga kehadiran ibu untuk berdialog langsung dengan masyarakat, dapat menghasilkan berbagai pemikiran yang konstruktif dan bermanfaat bagi terwujudnya Visi Kota Medan sebagai kota mertropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera,” ujar Eldin.
Wakil Walikota menambahkan, Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 telah memberikan kerangka tentang penanggulangan bencana, tanggap darurat dan pasca bencana, namun tindak lanjut seperti mitigasi, rehabilitasi dan rekonstruksi selama ini belum terlalu disentuh dalam proses penanggulangan bencana, persoalan lain yang dihadapi adalah koordinasi, kecepatan pertolongan dan kemerataan distribusi logistik yang masih lemah.
“Berbagai persoalan tersebut tidak saja dihadapi pemerintah kota, namun masih menjadi persoalan nasional yang belum sepenuhnya teratasi. Hal ini tentunya dapat dipahami karena penanggulangan bencana tidak mungkin dapat ditangani oleh pihak pemerintah saja, karena berbagai keterbatasan pemerintah seperti tenaga, biaya, peralatan dan lain sebagainya,” ujarnya.
Karenanya, lajut Eldin, upaya penanggulangan bencana ke depan harus melibatkan semua komponen yang ada di masyarakat atau ‘penanganan bencana berbasis masyarakat.’
Paradigma penanggulangan bencana, ujar Wakil Walikota, harus dirubah dari fatalistic responsive yang berorientasi pada penanggulangan bencana kedaruratan sebagai respon akibat terjadinya bencana, menuju kepada proactive prepradiness dimana penanggulangan bencana dilakukan sejak dini melalui kesiapsiagaan sampai dengan tahap pemulihan sosial. (irh)
36 Tewas akibat Anjing Gila
MedanBisnis – Medan. Sepanjang tahun 2010, ditemukan 3.693 kasus gigitan anjing di Sumatera Utara (Sumut). Dari semua itu 36 jiwa positif terserang virus mematikan dari anjing gila atau disebut rabies. "Untuk pemberian vaksin terhadap manusia sepanjang tahun 2010, sudah dilakukan sebanyak 2.796 jiwa dan pemeriksaan sampel sebanyak 33 sampel," kata Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Candra Syafei, Kamis (10/2) petang di Medan.
Dipaparkannya, Kota Gunung Sitoli merupakan daerah terbanyak kasus gigitan anjing selama tahun itu juga yakni mencapai 737 gigitan dengan pemberian VAR sebanyak 732 kuur dan dengan kematian sebanyak 20 jiwa kasus rabies. Samosir merupakan daerah kedua terbanyak kasus gigitan yakni mencapai 469, pemberian VAR sebanyak 268 kuur dan dengan kematian sebanyak 3 jiwa. "Untuk Medan diketahui sebanyak temuan 444 kasus gigitan, 309 pemberian VAR dan kematian nihil," jelasnya lagi.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2ML) Dinkes Sumut, Sukarni, menambahkan, di Januari tahun 2011, berdasarkan laporan yang diterima, diketahui di Gunung Sitoli terdapat 1 kematian akibat rabies dan Nias 1 korban rabies dilaporkan.
"Kalau di Gunung Sitoli, korban yang meninggal pernah digigit oleh anjing setahun yang lalu dan tidak mendapatkan VAR. Berdasarkan laporan, istri korban yang bertugas di rumahsakit daerah setempat sudah menyarankan agar korban diobati. Akan tetapi, korban sendiri tidak mau dengan alasan hanya sedikit saja. Sedangkan yang di Nias, korban mendapatkan gigitan di bulan Desember 2010 dan kematiannya diketahui Januari 2011," tuturnya.
Untuk stok VAR di Dinkes Sumut mendapatkan bantuan dari Kemenkes RI sebanyak 835 kuur. "Kalau estimasi tahun 2011 ini, kita samakan dengan kasus yang terjadi di tahun 2010 lalu yakni sekitar 3.000-4.000 kasus gigitan. Namun, ketersediaan vaksin kita hanya sebanyak 835 kuur saja. Dengan kondisi seperti ini, kita mengimbau kepada seluruh kabupaten/Kota di Sumut agar mengalokasikan dananya untuk pembelian VAR sesuai dengan angka kejadian di daerahnya masing-masing," jelas Sukarni.
Guna meminimalisir rabies di Sumut, dia menerangkan agar seluruh masyarakat menghindari dari gigitan anjing. Kalau sudah kena gigitan, diharapkan masyarakat melakukan pencucian daerah yang digigit dengan detergen selama 10-15 menit dan kemudian melaporkan hal ini kepada Dinkes setempat.
"Kita harapkan kepada seluruh masyarakat agar jangan anggap enteng permasalahan ini. Harus disikapi dengan baik agar ke depan, kasus ini dapat diminimalisir. Kalau masa inkubasi virus ini selama 2-3 minggu dan maksimal 1 tahun," sebutnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Sumatera Utara, Mulkan menyebutkan, sejak Pulau Nias KLB rabies, Gubernur Sumatera Utara, H Syamsul Arifin mengeluarkan Peraturan Gubsu No 39 Tahun 2010 yang isinya tentang penutupan sementara pemasukan/pengeluaran anjing, kucing, kera dari kepulauan Nias.
"Populasi anjing di Sumut sebanyak 290.000 ekor. Nias dengan populasi 61.756 ekor dan sudah dieliminasi sebanyak 28.243 ekor," ujarnya melalui telepon seluler. Untuk kasus rabies di Sumut, dijelaskan, seluruh Kabupaten/Kota di Sumut sudah terserang. "Nias hingga saaat ini diketahui masih endemis dan kita sudah memberikan pelatihan tentang rabies ini dan Nias juga dinyatakan masih KLB," terangnya sembari mengatakan tahun 2010 sebanyak 45.500 vaksin sudah disebar.
Untuk ketersedian VAR di Disnak Sumut, pria berperawakan gemuk ini menambahkan, sekira 45,5% ketersediaan vaksin ini dan diketahui, kasus kematian di Nias dari tahun 2010-2011 sebanyak 26 kasus dilaporkan.
"Kita bergarap tahun 2014, Sumatera Utara dapat bebas dari rabies dan hal ini juga harus didukung oleh seluruh stakeholder dan masyarakat. Sehingga apa yang menjadi target kita dapat tercapai," tandasnya.
Secara terpisah, anggota DPD RI asal Sumut dan sekaligus Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Parlindungan Purba menyebutkan, kasus rabies ini diakibatkan oleh gigitan anjing dan suatu penyakit yang mematikan dan harus disikapi dengan baik. Dalam hal ini, dirinya meminta kepada seluruh Kabupaten/Kota agar berkoordinasi dengan Disnak dan Dinkes akan hal ini.
"Pemkab/Pemko harus mulai mendeteksi kembali anjing dan harus diberikan vaksin serta jangan dibiarkan anjing berkeliaran dengan bebas," imbuhnya. Disnak Sumut juga harus memantau kasus rabies ini di seluruh kabupaten/kota dan khususnya Nias. Sebab nias hingga kini masih KLB.
"Dalam beberapa waktu kedepan, Dirjen akan turun ke Nias dan saat ini mereka sedang membahas hal ini, baik pembentukan tim dan anggarannya. Syukurnya, meski NIas KLB, namun daerah tersebut sudah terisolasi dan diharapkan seluruh pemkab/ pemko dan masyarakat harus pro aktif dalam hal ini," ujarnya. (zahendra)
Massa Tolak Asuransi Pengganti Jamkesmas
Puluhan massa berorasi di halaman gedung DPRD Sumut sembari membawa keranda mayat, Selasa (01/06) menolak kebijakan pemerintah mengganti Jamkesmas menjadi asuransi yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.(Berita sore/irma)
MEDAN (Berita) : Puluhan massa berunjukrasa di gedung DPRD Sumatera Utara, Selasa [01/06] menolak rencana pemerintah mengubah Jaminan Kesehatan Rakyat (Jamkesmas) menjadi asuransi. Menurut massa kebijakan itu bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat 1. Kondisi ini merugikan rakyat, teriak massa dalam orasinya.
Massa dibawah kordinator aksi Sugianto yang juga Pengurus Provinsi Sumut Dewan Kesehatan Rakyat (DKR-Sumut) datang sembari membawa keranda mayat. Mereka menyampaikan bahwa dasar pemerintah mengubah Jamkesmas menjadi asuransi dilandasi UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sementara UU No. 40 tahun 2004 ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat I.
UUD 1945 menegaskan bahwa jaminan kesehatan kepada rakyat adalah tanggungjawab Negara, sementara UU No40 tahun 2004 adalah system asuransi yang pada akhirnya menyerahkan kesehatan rakyat menjadi alat bisnis bagi perusahaan asuransi. UU No 40 jelas-jelas bentuk neoliberalisme kesehatan yang tengah menebarkan cakar-cakarnya di Indonesia ,teriak massa lagi.
Sebagaimana diketahui pengubahan Jamkesmas menjadi asuransi kini tengah digagas Menteri Kesehatan dan wakil presiden RI serta didukung oleh beberpa LSM dan beberapa Parpol yang mendesak adanya wali amanah yang masuk dalam system UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN.
Namun massa menolak karena Jamkesmas membiayai pengobatan semua penyakit di semua rumah sakit pemerintah seluruh Indonesia , sementara asuransi terbatas. Ada beberapa penyakit yang mana pihak asuransi menolak untuk menanggungnya. Apalagi Jamkesmas memang pelaksanaan kewajiban pemerintah dan Negara sesuai dengan UUD 1945, sementara asuransi adalah organisasi bisnis.
Massa juga menuntut agar pemerintah memberikan Jamkesmas kepada pegawai negeri sipil, buruh, TNI/Polri dan seluruh rakyat Indonesia, serta mendesak agar menteri kesehatan turun dari jabatannya, karena kebijakan-kebijakannya yang lebih mementingkan neoliberalisme daripada berpihak kepada rakyat. Aksi itu diterima wakil ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).(irm
MEDAN (Berita) : Puluhan massa berunjukrasa di gedung DPRD Sumatera Utara, Selasa [01/06] menolak rencana pemerintah mengubah Jaminan Kesehatan Rakyat (Jamkesmas) menjadi asuransi. Menurut massa kebijakan itu bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat 1. Kondisi ini merugikan rakyat, teriak massa dalam orasinya.
Massa dibawah kordinator aksi Sugianto yang juga Pengurus Provinsi Sumut Dewan Kesehatan Rakyat (DKR-Sumut) datang sembari membawa keranda mayat. Mereka menyampaikan bahwa dasar pemerintah mengubah Jamkesmas menjadi asuransi dilandasi UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sementara UU No. 40 tahun 2004 ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 H dan pasal 34 ayat I.
UUD 1945 menegaskan bahwa jaminan kesehatan kepada rakyat adalah tanggungjawab Negara, sementara UU No40 tahun 2004 adalah system asuransi yang pada akhirnya menyerahkan kesehatan rakyat menjadi alat bisnis bagi perusahaan asuransi. UU No 40 jelas-jelas bentuk neoliberalisme kesehatan yang tengah menebarkan cakar-cakarnya di Indonesia ,teriak massa lagi.
Sebagaimana diketahui pengubahan Jamkesmas menjadi asuransi kini tengah digagas Menteri Kesehatan dan wakil presiden RI serta didukung oleh beberpa LSM dan beberapa Parpol yang mendesak adanya wali amanah yang masuk dalam system UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN.
Namun massa menolak karena Jamkesmas membiayai pengobatan semua penyakit di semua rumah sakit pemerintah seluruh Indonesia , sementara asuransi terbatas. Ada beberapa penyakit yang mana pihak asuransi menolak untuk menanggungnya. Apalagi Jamkesmas memang pelaksanaan kewajiban pemerintah dan Negara sesuai dengan UUD 1945, sementara asuransi adalah organisasi bisnis.
Massa juga menuntut agar pemerintah memberikan Jamkesmas kepada pegawai negeri sipil, buruh, TNI/Polri dan seluruh rakyat Indonesia, serta mendesak agar menteri kesehatan turun dari jabatannya, karena kebijakan-kebijakannya yang lebih mementingkan neoliberalisme daripada berpihak kepada rakyat. Aksi itu diterima wakil ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).(irm
Kadis Kesehatan Medan Gak Becus Urus Jamkesmas
Medan, (beritasumut.com)
Setelah massa DPP Aliansi Muda Sumatera Utara (Alam Sumut) dan Front Aksi Mahasiswa Islam (FAPMI), giliran massa Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Medan mendatangi Gedung DPRD Kota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Kamis (14/10/2010).
DKR Kota Medan menyoroti kinerja Kadis dan Sekretaris Dinas Kesehatan Medan dalam pendataan peserta program Jamkesmas dan Medan Sehat yang masih bermasalah karena banyak warga miskin kota medan yang belum terakomodir dalam program tersebut.
Dalam pernyataan sikapnya, DKR Kota Medan mendesak agar Kepala Dinas dan Sekretaris Dinas Kesehatan kota Medan dicopot dari jabatannya, menolak Jamkesda yang tidak transaran dan meminta BPK RI dan KPK mengusut dugaan korupsi APBD pada Program JPKMS.
Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Irwanto Tampubolon saat menerima pengunjuk rasa yang didominasi kaum perempuan ini mengatakan berdasarkan laporan yang sampai ke Komisi D, ternyata belum semua warga miskin Kota Medan masuk dalam Program JPKMS maupun Jamkesda.
“Mulai tanggal 18 Oktober 2010 akan dilakukan pemutakhiran data, petugas dari Kepling akan mendatangi rumah-rumah warga yang dianggap miskin berdasarkan kreteria yang ada. Untuk membantu pendataan ini kami minta DKR ikut berperan,” katanya.
Menurut Irwan, kedua program jaminan kesehatan itu diperuntukkan bagi warga miskin dan kaum duafa. Namun, uniknya data warga miskin Kota Medan berbeda dengan data yang dimiliki BPS. Warga miskin yang ditampung pada Jamkesmas 412.000 jiwa dan JPKMS sebanyak 500.000. Sedangkan menurut data BPS hanya 300.000 jiwa. (BS-021)
Kasus rabies belum tuntas di Sumut

Dalam hal ini, dirinya meminta kepada seluruh Kabupaten/Kota agar berkoordinasi dengan Disnak dan Dinkes akan hal ini. “Pemkab/Pemko harus mulai mendeteksi kembali anjing-anjing dan harus diberikan vaksin dan jangan dibiarkan anjing berkeliaran dengan bebas,” katanya, siang ini.
Dia menyebutkan, Disnak Sumut juga harus memantau kasus rabies ini di seluruh Kabupaten/Kota dan khususnya Nias. Sebab nias hingga kini masih KLB. “Dalam beberapa waktu kedepan, Dirjen akan turun ke Nias dan saat ini mereka sedang membahas hal ini, baik pembentukan tim dan anggarannya.
Syukurnya, meski NIas KLB, namun daerah tersebut sudah terisolasi dan diharapkan seluruh Pemkab/Pemko dan masyarakat harus pro aktif dalam hal ini,” tandasnya.
Seperti diketahui, sepanjang tahun 2010, kasus rabies yang melanda Sumut sebanyak 3.693 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 36 jiwa. Untuk pemberian vaksin terhadap manusia sepanjang tahun 2010, sudah dilakukan sebanyak 2.796 jiwa dan pemeriksaan sample sebanyak 33 sampel.
DKR Kota Medan Tolak Program JPKMS
Starberita - Medan, Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Pengurus Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Medan berunjukrasa di Gedung DPRD Sumut, Kamis (14/10).Dalam aksinya itu, DKR Kota Medan yang dipimpin Koordinator Aksi, M Taufik Reza Pakpahan, menolak program-program JPKMS.
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS), kata Reza, dinilai tidak transparan, diskriminasi terhadap masyarakat miskin dan terindikasi syarat dengan manipulasi dalam perjalanannya.
"Jumlah kuota JPKMS di Kota Medan mencapai 500 ribu orang, ditambah jumlah peserta Jamkesmas 412.249 orang. Belum lagi peserta Askes, ASABRI bagi TNI/Polri, Jamsostek bagi buruh dan Asuransi Mandiri lainnya," kata Reza.
Sementara, ungkap Reza, jumlah penduduk Kota Medan saat ini lebih kurang 2,1 juta jiwa."Seharusnya dengan kuota yang diberikan oleh JPKMS, jumlah masyarakat Kota Medan secara keseluruhan sudah memiliki akses pelayanan kesehatan.
Tetapi masih banyak masyarakat Kota Medan tidak mendapatkan Jaminan Pelayanan Kesehatan. Ini adalah bukti ketidaktransparannya JPKMS," tegas Reza.Oleh karena itu, tegas Reza, DKR Kota Medan menuntut menolak Jamkesda yang tidak transparan dan rawan korupsi."Copot Kadis dan Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan. BPK RI dan KPK harus mengusut tuntas adanya dugaan korupsi APBD pada JPKMS di Kota Medan," kata Reza.
DKR Kota Medan, sebut Reza, juga meminta agar rumah sakit yang menolak pasien miskin menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) ditindak tegas.Dalam aksinya tersebut, aspirasi masyarakat yang tergabung dalam DKR Kota Medan diterima Ketua Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar.(HRK/MBB)
BERIKAN JAMKESMAS UNTUK RAKYAT. BUKAN ASURANSI !!!!
UUD 1945 Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (1). menegaskan bahwa jaminan Kesehatan kepada rakyat adalah tanggung jawab Negara. Maka Pemerintah Pusat menganggarkan Rp 5,1 triliun yg dikelola oleh Negara dengan dipegang langsung oleh Kas Negara. Sistem Jamkesmas adalah sistem yang anti Korupsi, Pro-Rakyat, dan tidak boleh memungut biaya sepeserpun kepada peserta Jamkesmas. Sementara itu, SK Mentri Kesehatan No. 125 Tahun 2008 menegaskan: Bila ada Masyarakat Miskin/kurang Mampu yang tidak masuk dalam N kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah menjadi Tanggungjawab Pemerintah Daerah yang pelaksaannya setara dengan JAMKESMAS.
Tetapi sampai saat ini, rakyat miskin yang berada di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Kab. LABURA) yang tidak mendapatkan JAMKESMAS sampai saat ini masih kesulitan untuk berobat jika sakit. Bahkan di RSUD Rantau Prapat Rakyat Miskin yang tidak mendapatkan JAMKESMAS ditolak berobat karena ke-tiadaan biaya. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kab. Labuhanbatu Utara belum berpihak terhadap rakyatnya. Bila Pemerintah Kab. Labuhanbatu Utara masih Mengabaikan Rakyat Miskin, maka Pemerintah Kab. Labuhanbatu Utara adalah Pemerintahan yang Melanggar UUD-1945.
Dalam tahun 2010 ini, Pemerintah Kab. Labuhanbatu Utara telah bekerjasama dengan PT. Askes. (Persero) Cabang Tanjung Balai untuk membuat Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU) untuk 14.000 (14 ribu) peserta yang sampai saat ini belum jelas berapa besar anggaran untuk itu. Meskipun saat DKR-SUMUT dan DKR-LABURA ber-audensi dengan Bupati Labuhanbatu Utara (H. Asrin Naim) didampingi oleh dr. Alwi (Sekretaris Dinas Kesehatan Labuhanbatu Utara) pada Tg 24 Juni 2010, Bupati mengatakan telah menganggarkan anggaran sebesar kurang lebih Rp. 3. Miliar. Hal ini disampaikan Bupati Labuhanbatu Utara saat akan Meninggalkan ruang audensi dengan DKR-SUMUT dan DKR-LABURA di kantor Dinas-nya.
Sistem Asuransi yang tidak menanggung semua jenis Penyakit tidak bisa didukung. Sakit itu bukan pilihan, dan siapapun tidak akan mau memilih penyakit yang dideritanya, maka program jaminan kesehatan dengan nama JPKMU milik PEMKAB Labuhanbatu Utara dari hasil kerjasama dengan PT. ASKES (Persero) Cabang Tanjung Balai yang tidak menanggung seluruh masalah Kesehatan yang bisa ditangani Medis dan tidak membiayai alat kesehatan yang menggunakan tehnologi tinggi adalah sistem jaminan yang tidak jelas dan tidak menguntungkan rakyat. Berbeda dengan program JAMKESMAS yang menjamin seluruh jenis penyakit (kecuali jenis penyakit yang tidak ada kaitannya dengan Medis tidak ditanggung oleh JAMKESMAS). JAMKESMAS berlaku hampir di-seluruh Rumah Sakit di Seluruh Indonesia, serta tidak boleh dikenakan biaya apapun. Maka Program JAMKESMAS adalah Program yang wajib dicontoh dan dipertahankan untuk kepentingan Rakyat. Kalau-pun JAMKESMAS harus dikoreksi adalah bagaimana kontrol pemerintah terhadap pelayanan peserta JAMKESMAS di Rumah Sakit – Rumah Sakit. Sehingga pelayanan terhadap pasien Jamkesmas bisa dioptimalkan. Sampai saat ini kita ketahui, bahwasannya Asuransi adalah sebuah Perusahaan, tentu dalam menjalankan aktivitasnya tetap akan mencari ke untungan. Sementara JAMKESMAS adalah sebuah program yang ditangani oleh Pemerintah secara langsung dan sebuah sistem jaminan kesehatan yang mengacu kepada UUD-1945 Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (1) adalah sistem jaminan kesehatan yang dibuat untuk anti korupsi, sehingga anggaran rakyat benar-benar diperuntukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat tanpa dipotong untuk keuntungan Perusahaan Asuransi. Jadi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kab. Lanbuhanbatu Utara saat ini adalah membuat program seperti JAMKESMAS yang mampu menjamin rakyat rakyat miskin diluar Kuota JAMKESMAS mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik, bukan malah kerjasama dengan perusahaan Asuransi yang akan mengambil keuntungan dalam sistem jaminan kesehatan untuk rakyat.
Selain itu upaya beberapa pihak untuk mendesak Pemerintah Indonesia agar merubah sistem JAMKESMAS dengan sistem Asuransi adalah sebuah kolaborasi jahat yang hanya bertujuan untuk kepentingan Bisnis menggunakan uang Negara (menggunakan anggaran kesehatan) untuk di investasikan untuk kepentingan perusahaan Asuransi. Padahal dalam UUD-1945 Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (1) dengan tegas menjelaskan bahwa yang bertanggungjawab terhadap jaminan sosial adalah Negara. Jika Jaminan kesehatan untuk rakyat miskin diserahkan kepada perusahaan Asuransi dengan mengacu Undang-undang No. 40 Tahun 2004 (SJSN) maka kebijakan ini sangat bertentangan dengan Konstitusi (baca: UUD-1945) yang memang jelas-jelas undang-undang No.40 Tahun 2004 senhdiri adalah sistem Asurani yang beterntangan dengan UUD-1945. Apakah rakyat akan dijual kepada Perusahaan Asuransi???? Jika benar itu yang dilakukan ini adalah Pemerintahan yang mengarah pada Neo Liberalisme. Bila Pemerintah menganut Neo Liberalisme, berarti
DKR Demo di Labura, Sekdakab: Ada yang Mau Jadi Kadiskes?

AEKKANOPAN – Puluhan massa yang diantaranya anak-anak yang tergabung dalam Dewan Kesehatan Masyarakat (DKR) Labuhanbatu Utara (Labura), Sumut, melakukan demonstrasi ke Pemkab setempat, siang tadi.
Selain melakukan orasi, demonstran itu juga membawa poster yang berisikan berbagai tuntutan, seperti ‘Batalkan Kerjasama PJKMU Pemkab Labura dengan PT Askes’, ‘Elok-elok Simpul Biar Elok Bentuknya’ serta ‘Defenitifkan Kepala Dinas Kesehatan Labuhanbatu Utara Sekarang Juga’,
Orasi disampaikan Sugianto dari DKR Sumut, Ketua DKR Labura Hendra serta Yamin. Intinya mereka mengajukan empat tuntutan, yaitu Batalkan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU) antara Pemkab Labura dengan PT Askes, data ulang peserta Jamkesmas, Pemkab Labura harus bertanggung jawab terhadap rakyat miskin yang tidak terdaftar dalam Jamkesmas serta segera defenitifkan Kepala Dinas Kesehatan Labura agar program kesehatan dapat berjalan maksimal dan dipertanggungjawabkan.
Sekadakab Labura Amran Matondang SH MHum didampingi Plt Kadiskes Hj Roilan Siregar SKes MAP menyatakan, sebagai kabupaten baru tentunya masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Demikian juga dengan Jamkesmas yang hingga saat ini pengelolalaannya masih ditangani Pemkab Labuhanbatu.
Berkaitan dengan tuntutan agar Kadiskes didefenitifkan, Amran bertanya kepada para pengunjuk rasa apakah ada yang mau menjadi kadis. “Ada diantara adik-adik yang mau menjadi Kadis Kesehatan?” tanyanya kepada puluhan demonstran.
Sedangkan soal PJKMU, Roilan menyebutkan, kebijakan itu dilaksanakan guna mengcover warga yang tidak terdata dalam Jamkesmas.
“Anggaran PJKMU sebesar Rp1,7 m untuk 14.166 warga yang masuk dalam katagori miskin. Jadi bagi yang tidak masuk dalam Jamkesmas, mereka akan ditampung dalam PJKMU yang saat ini masih dalam proses pendataan,” ujar mantan Kapuskesmas Sukaramai itu.
Ia menegaskan, dana sebesar Rp1,7 M yang berasal dari APBD Labura, akan digunakan untuk yang berhak. Klaim PT Askes baru dapat dilakukan jika ada warga yang telah menjalani pengobatan atau perawatan. Jika dana berlebih, maka uangnya akan dikembalikan ke kas daerah.
Karena cuaca cukup panas, Sekdakab didampingi Plt kadiskes, Sekretaris Kadiskes dr H Alwi Mujahit, Kabag Humas SA Hasibuan SE dan sejumlah pejabat lainnya kemudian menerima perwakilan pengunjuk rasa, guna membahas dan mendiskusikan tuntutan mereka. Pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Sekdakab itu berjalan santai walau tetap serius. [hmt]
DKR Minta JPKMS Transparan

M. Taufik Reza Pakpahan, koordinator aksi dalam orasinya mengatakan, program JPKMS tersebut dinilai kurang transparan dan cenderung diskriminatif terhadap penderita penyakit tertentu.
“Ini adalah tindakan diskriminasi,” katanya.
DKR minta Pemko Medan segera membuat program kesehatan yang pelayanannya setara dengan Jamkesmas dengan menanggung dan mengambil alih pembiayaan cuci darah , kemotheraphy kanker, dan operasi gagal jantung.
“Kami minta Walikota Medan tetap menanggung pembiayaan masyarakat miskin di luar kuota Jamkesmas lewat Program JPKMS dengan mekanisme yang lebih terbuka, transparan dan pro rakyat miskin,” ungkap Taufik. (S03MOS/R02MOS)
DKR Sumut Tolak Perubahan Sistem Jamkesmas Menjadi Asuransi
Starberita - Medan, Menolak perubahan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) menjadi asuransi, masyarakat yang tergabung dalam Dewan Kesehatan Rakyat Sumatera Utara (DKR-Sumut) berunjukrasa di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Selasa (1/6).
Ketua Pengurus Provinsi DKR Sumut, Sugianto, mengatakan rencana pemerintah yang merubah Jamkesmas menjadi sistem asuransi dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 H dan Pasal 34 ayat (1), yang akhirnya dapat merugikan rakyat.
Dijelaskan Sugianto, dasar pemerintah merubah Jamkesmas menjadi asuransi dilandasi UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). “Sementara UU No 40 tahun 2004 ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 H dan pasal 34 ayat (1),"jelasnya.
Sugianto juga mengatakan, dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa jaminan kesehatan kepada rakyat adalah tanggungjawab negara, sementara UU No 40 tahun 2004 adalah sistem asuransi yang pada akhirnya menyerahkan kesehatan rakyat menjadi alat bisnis bagi perusahaan asuransi.
Diungkapkan Sugainto, alasan pihaknya menolak Jamkesmas menjadi asuransi, karena Jamkesmas membiayai pengobatan semua penyakit disemua rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia, sementara asuransi terbatas.
“Jamkesmas pelaksanaan kewajiban pemerintah dan negara sesuai dengan UUD 1945, sementara asuransi adalah organisasi bisnis,” kata Sugianto.
Sebelum menggelar aksi di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Pengurus DKR Sumut juga telah menggelar aksi yang sama di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara. (HRK/RIS)
Warga Medan Tuntut Jamkesmas 5 Persen dari APBD
MEDAN, RABU - Puluhan warga yang menamakan diri Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) berunjukrasa ke gedung DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan menuntut pemerintah mengalokasikan anggaran jaminan kesehatan bagi rakyat miskin sebesar lima persen dari APBD Sumut tahun 2009.
Dalam pernyataan sikap yang mereka sampaikan di Medan, Rabu, disebutkan, puluhan ribu rakyat miskin diluar kuota jaminan kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas) belum mendapat kepastian terkait jaminan kesehatan dari pemerintah daerah.
Menurut DKR, banyak masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang membutuhkan penanganan kesehatan menjadi terlantar dan mendapat penolakan di rumah-rumah sakit karena tidak ada yang bertanggungjawab atas pembiayaan mereka. "Seharusnya itu menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," katanya dalam pernyataan sikap yang mereka sampaikan di gedung dewan.
Mereka mengakui beberapa kabupaten dan kota di Sumut sudah mengalokasikan APBD-nya untuk kesehatan rakyat miskin, tapi sampai saat ini belum ada aturan dan mekanisme yang jelas dalam penanganan masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas.
Ironisnya, Pemprov Sumut dan pemkab/pemko saling lempar tanggung jawab dalam pembiayaan rakyat miskin diluar kuota Jamkesmas.
DKR juga mendesak Pemprov Sumut segera menganggarkan jaminan kesehatan untuk rakyat miskin diluar jamkesmas minimal lima persen pada APBD 2009. Pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap rakyat miskin diluar kuota Jamkesmas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis selama APBD belum dapat direalisasi.
Pemprov Sumut juga diminta menetapkan dan menyosialisasikan dengan jelas mekanisme masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas dalam mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah daerah serta menuntut Pemprov Sumut mewujudkan Sumatera Utara sehat.
Dalam aksinya puluhan warga masyarakat miskin hanya melakukan orasi di tangga gedung dewan dan kemudian meninggalkan gedung wakil rakyat karena anggota dewan dari Komisi E yang membidang kesehatan sedang tidak berada di tempat.
DKR Tuntut Anggaran Kesehatan Rakyat Miskin Lima Persen Dari APBD 2009
Medan ( Berita ) : Puluhan warga yang menamakan diri Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) berunjukrasa ke gedung DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan menuntut pemerintah mengalokasikan anggaran jaminan kesehatan bagi rakyat miskin sebesar lima persen dari APBD Sumut tahun 2009.
Dalam pernyataan sikap yang mereka sampaikan di Medan , Rabu [26/11] , disebutkan, puluhan ribu rakyat miskin diluar kuota jaminan kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas) belum mendapat kepastian terkait jaminan kesehatan dari pemerintah daerah.
Menurut DKR, banyak masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang membutuhkan penanganan kesehatan menjadi terlantar dan mendapat penolakan di rumah-rumah sakit karena tidak ada yang bertanggungjawab atas pembiayaan mereka. “Seharusnya itu menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” katanya dalam pernyataan sikap yang mereka sampaikan di gedung dewan.
Mereka mengakui beberapa kabupaten dan kota di Sumut sudah mengalokasikan APBD-nya untuk kesehatan rakyat miskin, tapi sampai saat ini belum ada aturan dan mekanisme yang jelas dalam penanganan masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas.
Ironisnya, Pemprov Sumut dan pemkab/pemko saling lempar tanggung jawab dalam pembiayaan rakyat miskin diluar kuota Jamkesmas. DKR juga mendesak Pemprov Sumut segera menganggarkan jaminan kesehatan untuk rakyat miskin diluar jamkesmas minimal lima persen pada APBD 2009.
Pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap rakyat miskin diluar kuota Jamkesmas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis selama APBD belum dapat direalisasi.
Pemprov Sumut juga diminta menetapkan dan menyosialisasikan dengan jelas mekanisme masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas dalam mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah daerah serta menuntut Pemprov Sumut mewujudkan Sumatera Utara sehat.
Dalam aksinya puluhan warga masyarakat miskin hanya melakukan orasi di tangga gedung dewan dan kemudian meninggalkan gedung wakil rakyat karena anggota dewan dari Komisi E yang membidang kesehatan sedang tidak berada di tempat. (ant )
Warga Miskin Dilarang Melahirkan
Medan, 6/11 (ANTARA) – Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumut, Sugianto mengatakan, Rumah Sakit Umum dan swasta tidak berhak menolak pasien yang hendak berobat. Dalam konferensi pers di kantor DKR Sumut, Rabu.
Sugianto mengatakan, penolakan pasien tersebut terjadi di Rumah Sakit Umum Porsea, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, pada tanggal 25 Oktober 2008. Pasien yang bernama Rosliana boru Siahaan (33) warga Desa Siantar hendak melahirkan dengan kondisi sudah mengeluarkan darah, ditolak oleh pihak rumah sakit tersebut, dengan alasan dokter tidak ada ditempat. Rosliana yang didampingi suaminya langsung mencari bidan setempat untuk melakukan persalinan, yang berakibat meninggalnya anak di dalam kandungan karena lamban ditangani.
Sugianto mengatakan, penolakan bukan semata karena tidak ada dokter di rumah sakit tersebut, melainkan Rosliana tidak memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkeskin).
“Mentang-mentang dia miskin kemudian ditolak pihak rumah sakit, lihat itu anaknya meninggal”. katanya
Menurutnya kejadian tersebut dikarenakan Pemerintah Provinsi Sumut dan pemerintah kabupaten/kota tidak mengalokasikan dana APBD bagi masyarakat miskin untuk kesehatan di luar pemegang kartu Jamkeskin. (I01MOS)
Sugianto mengatakan, penolakan pasien tersebut terjadi di Rumah Sakit Umum Porsea, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, pada tanggal 25 Oktober 2008. Pasien yang bernama Rosliana boru Siahaan (33) warga Desa Siantar hendak melahirkan dengan kondisi sudah mengeluarkan darah, ditolak oleh pihak rumah sakit tersebut, dengan alasan dokter tidak ada ditempat. Rosliana yang didampingi suaminya langsung mencari bidan setempat untuk melakukan persalinan, yang berakibat meninggalnya anak di dalam kandungan karena lamban ditangani.
Sugianto mengatakan, penolakan bukan semata karena tidak ada dokter di rumah sakit tersebut, melainkan Rosliana tidak memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkeskin).
“Mentang-mentang dia miskin kemudian ditolak pihak rumah sakit, lihat itu anaknya meninggal”. katanya
Menurutnya kejadian tersebut dikarenakan Pemerintah Provinsi Sumut dan pemerintah kabupaten/kota tidak mengalokasikan dana APBD bagi masyarakat miskin untuk kesehatan di luar pemegang kartu Jamkeskin. (I01MOS)
Langganan:
Postingan (Atom)